Kisah Howard Schultz, Triliuner Yahudi Sarjana Komunikasi yang Mengubah Starbucks Menjadi Raksasa Global

Mantan CEO Starbuks, Howard Schultz. (ist/edaran.id)

Jakarta, Edaran.ID – Gerakan Boycott, Divestment, Sanctions (BDS) Indonesia baru saja mengumumkan bahwa mereka tidak lagi memasukkan Starbucks dalam daftar boikot produk pro-Israel.

Keputusan ini dirilis pada Juli 2024, setelah Starbucks menghadapi tekanan signifikan dari gerakan boikot dan menjadi target boikot organik oleh masyarakat luas.

Meskipun Starbucks kini tidak lagi menjadi fokus utama BDS, namun perusahaan ini tetap berada dalam kategori boikot organik.

Di balik kesuksesan Starbucks sebagai salah satu gerai kopi paling terkenal di dunia, terdapat sosok Howard Schultz, mantan CEO yang merupakan triliuner Yahudi dengan kekayaan mencapai Rp 49 triliun.

Meski begitu, Schultz bukanlah seorang pewaris, melainkan seorang perintis yang perjalanan hidupnya penuh inspirasi.

BACA JUGA:  Daftar Kedai Kopi Asli Indonesia dan Tidak Terdampak Boikot Produk Pro Israel

Howard Schultz lahir di Amerika Serikat dan dibesarkan dalam kondisi ekonomi yang sulit.

Ayahnya bekerja keras sebagai sopir truk, buruh pabrik, dan sopir taksi demi mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Mereka tinggal di perumahan subsidi dan menghadapi tantangan finansial yang berat.

Dalam bukunya yang terkenal, Pour Your Heart Into It: How Starbucks Built a Company One Cup at a Time.

“Keluarga kami tidak memiliki penghasilan, tidak ada asuransi kesehatan, tidak ada uang kompensasi,” kata Schultz.

Kondisi ini memotivasi Schultz sejak usia muda untuk bekerja keras dan berjuang untuk masa depannya.

BACA JUGA:  Apakah Wings Pro Israel atau Tidak, ini Fakta dan Sejarahnya

Salah satu pekerjaan pertamanya adalah sebagai loper koran, yang dilakukannya dengan penuh dedikasi meskipun hidupnya penuh kesulitan.

Berkat kerja keras dan semangatnya, Schultz berhasil meraih beasiswa olahraga di Northern Michigan University dan lulus dengan gelar sarjana komunikasi pada tahun 1975.

Karir profesional Schultz dimulai di Xerox sebagai bagian dari tim sales dan marketing.

Namun, titik balik dalam hidupnya terjadi pada tahun 1981 ketika ia mengunjungi kedai kopi pertama Starbucks di Seattle.

Schultz terinspirasi oleh budaya kopi Italia yang ia temui saat mengunjungi Milan, yang memotivasi dirinya untuk memulai II Giornale, sebuah kedai kopi yang ia dirikan setelah meninggalkan Starbucks sementara.

Pada tahun 1987, Schultz kembali ke Starbucks dan mengambil alih kepemimpinan perusahaan.

Di bawah bimbingannya, Starbucks mengalami pertumbuhan pesat, berkembang dari hanya empat kedai menjadi 3.000 gerai di seluruh dunia pada tahun 2000.

Keberhasilan ini berlanjut hingga saat ini, dengan Starbucks memiliki hampir 30.000 gerai di seluruh dunia, menjadikannya salah satu merek global yang paling dikenal dan sukses.***

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Pos terkait